Tuesday, March 25, 2008

RUU PM: Menyatukan Yang Terserak

Palu yang telah diketuk pada bulan Maret yang lalu di gedung parlemen seakan menjadi sebuah tanda sahih terhadap pemberlakuan Rancangan Undang-Undang tentang Penananaman Modal (RUU PM). Publik pun bergemuruh, suara sumbang pun bermunculan meskipun suara dukungan pun tak kalah dominan. Pihak yang kontra mengatakan bahwa RUU PM ini merupakan SIM (Surat Izin Menguasai) dari pemodal asing atas bumi pertiwi, sementara pihak yang pro berdalih bahwa RUU PM ini merupakan sebuah langkah besar untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Asing atau rakyat yang menang? Sebuah pertanyaan yang sering kali digulirkan namun membutuhkan nalar yang sehat serta pikiran yang jernih untuk menjawabnya.

Tujuan Penanaman Modal

Tujuan penanaman modal, seperti yang disebutkan dalam Pasal 3 ayat 2 RUU PM, adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan, serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya saing. Sebuah pertanyaan yang layak diajukan adalah, apakah benar tujuan-tujuan tersebut dapat diakomodasi melalui RUU PM?

Dalam hal peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional, keberadaan RUU PM seakan menjadi sebuah angin segar yang dapat membawa aliran investasi segar dari luar negeri. Akan tetapi pencapaian pembangunan ekonomi yang berekelanjutan belum tentu akan meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagaimana disajikan dalam data sepanjang tahun 2002 hingga 2005 yang menunjukkan peningkatan pertumbuhan ekonomi dari 3,7% (2002), menjadi 4,1% (2003), 5,1% (2004) dan akhirnya 5,6% (2005). Namun di sisi lain, tingkat pengangguran terbuka juga meningkat dari 9,1%, 10,1% mejadi 10,3% dan akhirnya 11,9% pada periode yang sama.

Fakta tersebut merupakan sebuah bukti nyata akan ketidakberdayaan efek multiplier dari pertumbuhan ekonomi dalam menciptakan sebuah efek kesejahteraan. Akan tetapi RUU PM juga melahirkan sebuah solusi terhadap permasalahan tersebut diatas melalui beberapa pasal pendukungnya seperti pada pasal 10 ayat 1 yang mewajibkan para perusahaan penanam modal untuk mengutamakan tenaga kerja yang merupakan warga negara Indonesia atau pada pasal 13 ayat 1 dan 2 mengenai pengembangan penanam modal bagi usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi yang merupakan penyokong utama bagi penciptaan kesejahteraan rakyat serta penopang pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Hal yang setali tiga uang dapat kita lihat pada pasal 18 ayat 3 mengenai fasilitas penanaman modal. Pasal ini mensyaratkan bahwa penanaman modal yang diberikan fasilitas harus memenuhi beberap kriteria dimana salah satunya adalah banyak menyerap tenaga kerja. Akan tetapi, satu hal yang perlu kita catat, pertumbuhan ekonomi yang didorong investasi di sektor riil tidak semata dapat didorong dengan rampungnya RUU PM. Pelaksanaannya setelah disahkan akan terkait dengan penyelesaian RUU perpajakan serta aturan-aturan pelaksanannya.

RUU PM, menurut sebagian kalangan, merupakan sebuah antitesa dari perjuangan kerakyatan. RUU ini dinilai sangat mengakomodasi kepentingan asing dan mengabaikan kepentingan rakyat kebanyakan. Benarkah demikian? Mungkin ada baiknya jika kita menelaah RUU ini lebih lanjut guna mendapatkan kesimpulan yang jauh dari bias.


No comments: